Kolong rumah sederhana di Tanadoang, salah satu pulau berpenghuni di Kabupaten Kepulauan Selayar Sulawesi Selatan, suara halaman buku yang dibuka perlahan berpadu dengan semilir angin pesisir. Dari ruang yang tidak besar itulah, Rumah Baca SAKU menanamkan harapan besar: membangun budaya literasi bagi generasi bangsa, dari pulau ke pulau.
SAKU adalah singkatan dari Seruan Anak Kepulauan. Sebuah nama yang lahir dari kesadaran bahwa masyarakat pesisir dan kepulauan bukan hanya penonton dalam arus pengetahuan, melainkan juga mampu bersuara, menyampaikan ide, dan melahirkan gagasan kreatif. Bagi para penggeraknya, literasi adalah jalan untuk mengejar ketertinggalan sekaligus memperkuat jati diri masyarakat kepulauan.
Rumah Baca SAKU resmi berdiri pada 09 Agustus 2017, berawal dari tongkrongan sederhana sekelompok anak muda yang gemar membaca dan berdiskusi. Dari obrolan ringan tentang buku dan realitas sosial di sekitar mereka, tumbuh kesadaran kolektif akan pentingnya gerakan baca-tulis. Kesadaran itulah yang kemudian menjelma menjadi sebuah komunitas literasi yang bergerak secara independen, dikelola dengan iuran anggota dan sumbangan yang tidak mengikat.
Berlokasi di Jl. Tien Soeharto No. 13, Kelurahan Putabangun, Kecamatan Bontoharu, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan, Rumah Baca SAKU menempati rumah salah satu pembinanya, Misbahuddin Arman, dengan memanfaatkan kolong rumah sebagai sekretariat. Meski sederhana, dengan empat rak buku, satu meja, dan sepuluh kursi, ruang ini menjadi pusat pertemuan gagasan, kreativitas, dan harapan.
Dengan jumlah koleksi mencapai 1.985 buku, Rumah Baca SAKU terus membuka akses bacaan bagi anak-anak, remaja, hingga masyarakat umum. Kehadirannya menjadi penting, mengingat Kabupaten Kepulauan Selayar memiliki sekitar 130 pulau, dengan lima pulau utama yang berpenghuni, dan pulau Tanadoang Kepulauan Selayar menjadi salah satunya.
Visi Rumah Baca SAKU sederhana namun kuat: terwujudnya budaya literasi di berbagai dimensi generasi bangsa. Visi ini diterjemahkan melalui beragam misi, mulai dari menciptakan rumah baca yang kreatif dan inovatif, memberikan penyadaran pentingnya literasi sejak dini, hingga menjadikan rumah baca sebagai ruang belajar, berkreasi, dan berseni.
Program-program yang dijalankan pun beragam dan kontekstual. Mulai dari bedah buku, bedah film, puisi, cerita pendek, diskusi dan kajian, hingga kelas belajar dan lapak baca yang mendekatkan buku ke ruang-ruang publik. Ada pula ekspedisi literasi dan riset yang memperluas jangkauan gerakan, serta kegiatan perfilman yang memberi ruang ekspresi visual bagi generasi muda.
Menariknya, Rumah Baca SAKU juga merespons isu lingkungan melalui program SAKU Hijau: kegiatan bersih sungai dan pantai, serta penanaman pohon, sebagai bentuk literasi ekologis yang menyatu dengan kehidupan masyarakat pesisir. Bagi SAKU, literasi tidak berhenti pada membaca dan menulis, tetapi juga pada kesadaran merawat alam.
Kolaborasi menjadi napas penting gerakan ini. Salah satunya Rumah Baca SAKU pernah berkegiatan bersama Sanggar Seni Tanadoang melalui Festival Ri Tontonganna Bissorang, serta menggelar lapak baca bersama Forum Anak Tanadoang. Ke depan, SAKU berencana mengadakan Festival Literasi dan melanjutkan Ekspedisi Literasi sebagai upaya memperluas gaung gerakan hingga ke pulau-pulau lain..
Didirikan secara gotong royong oleh Rahmat Kaizar, Yudi Saputra, Winda Lestari, Andi Agus, Usman Nur, Misbahuddin Arman, dan Andi Putrawansyah Azis, Rumah Baca SAKU terus bergerak dengan keyakinan bahwa literasi adalah hak semua orang, termasuk mereka yang hidup di pulau-pulau terluar.
Secara kelembagaan, Rumah Baca SAKU telah terdaftar sebagai bagian dari jejaring gerakan literasi nasional. Rumah baca ini memiliki Nomor Keanggotaan Forum TBM: 290823.22-3002 serta Nomor Pokok Perpustakaan (NPP): 7301024J0000001. Identitas ini menegaskan komitmen Rumah Baca SAKU dalam mengelola kegiatan literasi secara berkelanjutan, terstruktur, dan terbuka untuk kolaborasi dengan berbagai pihak.
Di era digital, Rumah Baca SAKU juga memanfaatkan media sosial sebagai ruang berbagi dan dokumentasi gerakan literasi. Melalui akun Instagram @rumahbacasaku_, SAKU membagikan potret kegiatan, kutipan reflektif, serta dinamika literasi di kepulauan Selayar. Sementara itu, kanal YouTube Rumah Baca SAKU menjadi wadah visual untuk merekam proses, cerita, dan jejak perjalanan literasi yang mereka lakukan bersama masyarakat. Kehadiran media sosial ini menjadi jembatan agar suara anak kepulauan dapat menjangkau audiens yang lebih luas, melampaui batas pulau dan geografis.
